Senin, 16 Mei 2011

Pengertian Muamalah, Jual Beli, Khiyar, syirqah, Qiradh, Musaqah, Muzaraah, mukhabarah, Riba, Ansuransi dan Bangsa,

BAB II
PEMBAHASAN

A. Muamalat

Kata muamalat ( ) Berasal dari kata tunggalnya Muamalat ( ) yang berakar dari kata secara arti kata mengandung arti “ Saling Berbuat” Atau berbuat secara timbal balik. Lebih sederhana lagi berarti “Hubungan Antara Orang dengan Orang”. Bila kita hubungkan dengan Lafazh Fiqh, Mengandung aturan yang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain dalam pergaulan hidup didunia. Ini merupakan imbangan dari fiqih ibadat yang mengatur hubungan yang lahir antara seseorang dengan Allah sang Pencipta.
Hubungan antara sesama manusia berkaitan dengan harta ini dibicarakan dan di aturkan dalam kitab-kitab fiqh karena kecenderungan manusia dengan harta iu begitu besar dan sering menimbulkan persengketaan sesamanya. Kalau tidak diatur, dapat menimbulkan ketidak stabilan dalam pergaulan hidup, antara sesama manusia. Disamping itu penggunaan harta bernilai ibadah bila digunakan sesuai dengan kehendak Allah yang berkaitan dengan itu.
Hubungan sesama manusia dalam pergaulan dunia senatiasa mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan kemajuan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu atturan allah yang teerdapat dalam Al Qur’an tidak mungkin menjangkau seluruh segi pergaulan yang berubah itu, itulah sebabnya ayat-ayat al Qur’an yang berkaitan dengan hal ini hanya bersifat prinsip dalam muamalat dalam bentyk umum yang mengatur dalam secara garis besar.

a. Transaksi dalam Muamalah Islam
Adapun cara berlangsung tijarah tersebut yang sesuai dengan kehendak Allah adalah menurut Prinsip suka sama suka. Terbuka dan bebas dari unsur penipuan untuk mendapatkan sesuatu yang ada mamfaatnya dalam pergaulan hidup dunia. Prinsip terseut diambil dari petunjuk umum yang disebutkan dalam Al Qur’an dan Pedoman yang diberikan dalam sunnah Nabi.
Adapun bentuk-bentuk transaksi dalam Muamalah Islam secara garis besar dipecahkan menjadi dua
1. Berlangsung dengan sendirinya tampa ada nya kehendak dari pihak-pihak yang terlibat, yang disebut Ijbari.
2. Peralihan secara ikhtiyari dalam arti pengalihan hak kepada orang lain berlaku atas kehendak dari salah satu atau kedua pihak.

B. Jual Beli
Jual beli adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang. Jual beli juga merupakan tindakan atau transaksi yang telah disyari’atkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam islam.
Adapun hikmah dibolehkannya jual beli adalah menghindarkan manusia dari kesulitan dalam bermuamalah dengan hartanya. Seseorang memiliki harta ditangannya, namun tidak dibutuhkannya. Sebaliknya dia membutuhkan suatu bentuk harta, namun harta yang dibutuhkannya ada ditangan orang lain. Kalau seandainya orang yang lain yang memiliki harta yang diinginnya itu juga memerlukan harta yang ada ditangannya yang tidak diperlukan harta yang ada ditangan orang yang tidak diperlukannya itu.
Supaya usaha jual-beli itu berlangsung menurut cara yang dihalalkan, harus mengikuti ketentuan yang telah ditentukan. Ketentuan yang dimaksud berkenaan dengan rukun dan syarat yang harus diikuti dan meujuk kepada petunjuk Nabi.
Rukun yang pokok dalam Akad (Perjanjian) Jual-beli itu adalah Ijab Qabul yaitu ucappan penyerahan hak milik di satu pihak dan ucapan penerimaan dipihak lain. Adanya ijab qabul dalam transaksi ini merupakan indikasi adanya rasa suka sama suka darii pihak-pihak yang mengadakan transaksi .

C. Khiyar
Khiyar adalah memilih antara dua alternative meneruskan untuk jual beli atau mengurungkannya.Hak untuk memilih antara kedua kemungkinan tersebut sepanjang masing- masing pihak dalam mempertimbangkan
Di bolehkannya khiyar agar masing-masing pihak (penjual atau pembeli) tidak menyesal apa yang telah di jual, atau di belinya. Sebab penyesalan tersebut karena kurang hati-hati ,tergesa –gesa atau karna factor lainnya .

1. Macam Macam Khiyar
a. Khiyar Majelis adalah memilih antara jadi jual beli atau tidak selama pembeli dan penjual masih berada di tempat jual beli (majlis) .jika keduanya sudah meninggalkan majlis ,dan sudah terjadi akad jual beli ,maka hilanglah hak khiyar ,menurut Rasullulah SAW, bersabda “apabila dua orang berjual beli maka masing –masing masih boleh khiyar selama mereka belum berpisah “(HR,Mutafaq alaih dari ibnu umar,lafadnya dari Muslim)
b. Khiyar Syarat adalah memilih jadi jual beli atau tidak dengan mempertimbangkannya dalam beberapa hari .setelah sampai hari yang telah di tentukan ,maka harus ada ketegasan jadi atau tidaknya.Menurut sabda nabi SAW,Khiyar paling lama tiga hari.
c. Khiyar Aibi adalah memilih untuk melangsungkan akad jual beli atau membatalkannya ,apabila barang tersebut terdapat cacat yang tidak di ketahui oleh pembelinya pada waktu melakukan jual beli.Pembeli boleh mengembalikannya dan penjual haris menerimanya.
d. Khiyar Tadlis adalah Penjual menyammarkan barang dan menambah pada harganya ,maka pembeli memiliki hak khiyar selama tiga hari.
2. Hikmah Khiyar
a. Khiyar dapat membuat akad jual beli berlangsung memenuhi prinsip –prinsip islam,yaitu suka sama suka sesama pembeli dan penjual.
b. Pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau benar-benar yang di sukainya.
c. Terhindar dari unsur- unsur penipuan baik dari pihak pembeli maupun penjual ,karena tidak adanya kehati-hatian.
d. Khiyar dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih sesame
e. Menghindari rasa permusuhan.

D. Syirqah
Menurut Said Sabiq, Syirkah ada Empat macam :
1. Syirkah ‘Inan
Syirkah ‘inan yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dalam permodalan untuk melakukan suatu usaha bersama dengan cara berbagi untung rugi sesuai dengan modal masing-masing .
2. Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mafawadhah yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha dengan persyaratan sebagai Berikut :
a. Modal harus sama banyak, bila ada diantara anggota persyerikatan modalnya lebih besar, maka syirkah itu tidak sah.
b. Memiliki wewenang untuk bertindak yang berkaitan denga hukum. Dengan demikian, anak-anak yang belum dewasa belum bisa menjadi anggota persyerikatan.
c. Satu agama, sesame muslim, tidak sah bersyarat non muslim.
d. Masing-masing anggota mempunyai hak untuk bertindak.
3. Syirkah Wujud
Syirkah Wujud, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk membeli sesuatu tampa modal, tetapi hanya modal kepercayaan dan keuntungan dibagi sesame Mereka.
4. Syirkah Abdan
Syirkah abdan yaitu, kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha atau pekerjaan. Hasilnya dibagi antara sesama berdasarkan perjanjian seperti pemborongan, instalasi listrik dan lainnya .
E. Qiradh
Qiradh adalah salah satu jenis muamalah yang sering terjadi dalam masyarakat
Pengertian qiradh adalah kerja sama dalam bentuk pinjaman modal tampa bunga denganperjanjian bagi hasil biasanya qirad dilakukan pemilik modal (baik perorangan maupun lembaga) dengan orang lain yang memiliki kemapuan dan kemauan untuk mmenjalankan suatu usaha, besar atau kecil tergantung pada mufakat kedua belah pihak yang penting tidak ada pihak-pihak yang diruggikan.
a. Hukum qiradh
Hukum qiradh adalam mubah, rasulullah sendiri pernah mengadakan qirad dengan siti khadijah (sebelum menjadi istri beliau) sewaktu berniaga kenegeri syam
b. Qirad juga sebagai salah satu bentuk membantuk masyarakat miskin dalam kenyataan hidup sehari hari, qiradh dapat membantu kebanyakan masyarakat miskin untuk kebutuhan hidup dengan cara meminjamkan modal.
c. Rukun
1. Pemilik dan penerima modal
2. Modal
3. Pekerja
4. Keuntungan
d. Syarat
1. Sehat
2. Berakal
3. Dan mengethaui secara jelas jumlahnya

F. Musaaqaah
Adalah bentuk kemitraan yang sama pengertian dengan muzara’at, namun musaqah bersifat pada persoalan kebun, buah-buahan ini artinya bahwa pemilik pohon bauh-buahan menandatangi suatu perjanjian dengan orang yang lain yang bertanggung jawab atas semua pekerjaan yang menyangkut pemeliharaan perpohonan tersebut. Seperti menyirami dan semua hal yang berlaku dalam produksi buah-buahan .
a. Dasar Hukum Musaaqaah
Ulama fiqih sependapat bahwa tanaman yang diakadkan dalam musaaqaah adalah tanaman yang usia minimal satu tahun. Juga disyaratkan, bahwa jenis tanaman itu adalah tanaman keras.
b. Rukun syarat Musaaqaah
Ada beberapa perbedaan pendapat tentang rukun dan syarat musaaqaah
Ulama mazhab hanafi mengatakan bahwa rukun musaaqaah hanya dua saja, yaitu ijab dan Kabul (Penyerahan dan Penerima)
Jumhur ulama (Mazhab maliki, Syafi’I, dan Hambali) menyatakan, bahwa ruukun musaaqaah ada lima :
1. Ada dua orang (Pihak) yang mengadakan Akad (Transaksi)
2. Ada lahan yang dijadikan obyek dalam perjanjian.
3. Bentuk/jenis usaha yang dilakukan.
4. Ada ketentuan bagian masing-masing dari hasil kerja sama itu.
5. Ada perjanjian baik tertulis maupun lisan.

G. Muzara’ah
Menurut bahasa, kata muzara’ah adalah kerjasama mengelola tanah dengan mendapat sebagian hasilnya. Sedangkan menurut istilah fiqh ialah pemilik tanah memberi hak mengelola tanah kepada seorang petani dengan syarat bagi hasil atau semisalnya.

a. Persyaratan Muzara’ah
Dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar ra, bahwa ia pernah mengabarkan kepada Nafi’ ra pernah memperkejakan penduduk Khaibar dengan syarat bagi dua hasil kurmanya atau tanaman lainnya. (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari VI: 13 no: 2329, Muslim XCIII: 1186 no: 1551, ‘Aunul Ma’bud IX: 272 no: 3391, Ibnu Majah II: 824 no: 2467, Tirmidzi II: 421 no: 1401).
Imam Bukhari menulis, Qais bin Muslim meriwayatkan dari Abu Ja’far, ia berkata, “Seluruh Ahli Bait yang hijrah ke Madinah adalah petani dengan cara bagi hasil sepertiga dan seperempat. Di antaranya lagi yang telah melaksanakan muzara’ah adalah Ali, Sa’ad bin Malik, Abdullah bin Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz, al-Qasim, Urwah, Keluarga Abu Bakar, Keluarga Umar, Keluarga Ali dan Ibnu Sirin.” (Fathul Bari V: 10).
b. Yang tidak boleh dilakukan dalam Muzara’ah
Dalam muzara’ah, tidak boleh mensyaratkan sebidang tanah tertentu ini untuk si pemilik tanah dan sebidang tanah lainnya untuk sang petani. Sebagaimana sang pemilik tanah tidak boleh mengatakan, “Bagianku sekian wasaq.”
Dari Hanzhalah bin Qais dari Rafi’ bin Khadij, ia bercerita, “Telah mengabarkan kepadaku dua orang pamanku, bahwa mereka pernah menyewakan tanah pada masa Nabi saw dengan (sewa) hasil yang tumbuh di parit-parit, dengan sesuatu (sebidang tanah) yang dikecualikan oleh si pemilik tanah. Maka Nabi saw melarang hal itu.” Kemudian saya (Hanzhalah bin Qais) bertanya kepada Rafi’, “Bagaimana sewa dengan Dinar dan Dirham?” Maka jawab Rafi’, “Tidak mengapa sewa dengan Dinar dan Dirham.” Al-Laits berkata, “Yang dilarang dari hal tersebut adalah kalau orang-orang yang mempunyai pengetahuan perihal halal dan haram memperhatikan hal termaksud, niscaya mereka tidak membolehkannya karena di dalamnya terkandung bahaya.” (Shahih: irwa-ul Ghalil V: 299, Fathul Bari V: 25 no: 2347 dan 46, Nasa’i VII: 43 tanpa perkataan al-Laits)

H. Mukharabah

Mukharabah menurut nash al-syafi’I ialah menggarap tanah dengan apa yang dikeluarkan dari tanah tersebut. Mukharabah dan muzara’ah memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya ialah pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola dan perbedaannya ialah terletak pada modal, jika modal berasal dari pengelola, maka disebut mukharabah dan bila dikeluarkan dari pemilik tanah maka disebut muzara’ah.
mukharabah ialah akad ( ijab/qabul ) dan menurut Hanafiyah ada empat, yaitu
1. tanah,
2. perbuatan pekerja,
3. modal dan
4. alat-alat untuk menanam
I. Riba
Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam
a. Dasar Hukum Pelarangan Riba
Dasar hukum yang melarang bahwa riba itu haram hukumnya, terdapat dalam Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 275-280
b. Macam Macam Riba
Menurut pendapat sebagian para ulama, riba itu empat bahagia/macam
1. Riba fadhli ( menukar dua barang yang sejenis dengan tidak sama)
2. Riba Qardhi (meminjamkan dengan syarat ada keuntungan bagi yang meminjaminya/mempiutangi)
3. Riba Yadh (bercerai dari tempat aqad sebelum tibangan diterima)
4. Riba nasa’ ( penukaran yang disyaratkan terlambat salah satu barang)
c. Hubungan Antara Bunga dan Riba
Bunga dan riba sama-sama dapat timbul dari berhutang piutang atau pinjam meminjam uang, atau hutang piutang dapat dipandang sebagai suatu pokok paangkal bagi timbulnya bunga dan riba.
Hubungan bunga dan riba adalah dari segi lahiriyah ada pada pinjam meminjam uang dan juga hutang piutang uang. Hal ini sekaligus membawa pada persamaan lahiriyah bunga dan riba. Bahwa keduanya timbul dari tempat yang sama.
Drs. Sulaiman Mahmud mengemukakan bahwa selain yang tersebut diatas, persamaan antara bunga dan riba adalah bahwa bunga itu pada umumnya ditetapkan pada prosentase dari uang pokoknya, bukan dari keuntungan yang diperoleh. Ini berarti bunga niscaya diterima oleh pemilik uang pokok dalam jumlah yang tetap, tidak dipengaruhi oleh sedikit atau banyaknya laba yang sesungguhnya diperoleh .

J. Ansuransi
Tidak apa-apa kalau beberapa kaum muslimin yang shalih disuatu negeri membentuk kotak dimana mereka memberi saham didalamnya sesuai dengan gaji bulanan mereka, atau sesuai dengan kesepakatan mereka misalnya setiap orang membayar uang dalam jumlah tertentu. Dan kotak tersebut menjadi wakaf bagi para peserta (Pemberi saham)
Kemudian bagi siapa diantara mereka mendapatkan musibah, misalnya kebakaran, atau kehilangan harta, atau sakit, ia diberi uang dari kotak tersebut,
Namun harus diperhatikan dalam hal ini :
1. Hendaknya pemberi saham meniatkan sahamnya untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT agar ia mendapatkan pahala karena nya.
2. Jumlah bantuan yang akan diberikan kepada para orang yang mendapatkan musibah harus ditentukan, begitu juga jatah para pemberi saham harus ditentukan, jadi segala sesuatu yang didirikan di atas asas persamaan yang sempurna.
3. Tidak salahnya uang kotak ansuransi tersebut diinvestasikan dengan system Mudharabah diperdagangan, pembangunan, dan industry yang diperoleh.

K. Bank
Bank sekarang yang berada diseluruh Negara islam pada umumnya berinteraksi dengan riba bahkan didiirikan dengan riba seratus persen. Jadi, berinteraksi dengannya tidak boleh, kecuali pada hal-hal yang diperolehkan karena alasan darurat, misalnya transfer uang dari satu Negara kenegara lainnya. Berangkat dari sinilah, saudara-saudaraku yang shalih dari kaum muslimin harus mendirikan bank islam yang jauh dari riba dan bersih dari interaksi dengannya.
Bagaimana bentuk bank islam yang diusulkan didirikannya? Misal, beberapa ikhwah (saudara-saudara) kaum muslimin disalah satu Negara berkumpul dan sepakat mendirikan “Tabungan Jama’ah”. Untuk mengolola tabungan tersebut, mereka memilih salah seorang dari mereka yang bisa menjaga uang, memenejnya, dan mennjalankannya.

Tugas Tabungan jama’ah teringkas dalam point point berikut :
1. Menerima titipan (menjaga Titipan saudara-saudaranya) tampa kompensasi.
2. Meminjamkan, yaitu meminjamkan sejumlah uang kepada kaum muslimin yang besarnya sesuai dengan jumlah gaji mereka tampa bunga.
3. Terjun dicocok tanam, perdagangan, pembangunan, dan industri, jadi tabungan tersebut memberi saham pada usaha-usaha yang mendatangkan keuntungan baginya.
4. Membantu transfer uang kaum Muslimin dari satu negeri kenegeri lain tampa biaya, jika mempunyai cabang cabang dari negeri yang menjadi tujuan transfer.
5. Disetiap permulaan tahun, tabungan total, kemudian keuntungannya diibagi-bagikan kepada pemilik saham sesuai dengan jumlah saham mereka ditabungan tersebut.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Muamalah ialah Hubungan antara sesama manusia berkaitan dengan harta ini dibicarakan dan di aturkan dalam kitab-kitab fiqh karena kecenderungan manusia dengan harta iu begitu besar dan sering menimbulkan persengketaan sesamanya
2. Jual beli adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang.
3. Khiyar adalah memilih antara dua alternative meneruskan untuk jual beli atau mengurungkannya.Hak untuk memilih antara kedua kemungkinan tersebut sepanjang masing- masing pihak dalam mempertimbangkan
4. Menurut Said Sabiq, Syirkah ada Empat macam :
a. Syirkah ‘Inan
b. Syirkah Mufawadhah
c. Syirkah Wujud
d. Syirkah Abdan
5. qiradh adalah kerja sama dalam bentuk pinjaman modal tampa bunga denganperjanjian bagi hasil biasanya qirad dilakukan pemilik modal (baik perorangan maupun lembaga) dengan orang lain yang memiliki kemapuan dan kemauan untuk mmenjalankan suatu usaha, besar atau kecil tergantung pada mufakat kedua belah pihak yang penting tidak ada pihak-pihak yang diruggikan
6. Musaaqaah Adalah bentuk kemitraan yang sama pengertian dengan muzara’at, namun musaqah bersifat pada persoalan kebun, buah-buahan ini artinya bahwa pemilik pohon bauh-buahan menandatangi suatu perjanjian dengan orang yang lain yang bertanggung jawab atas semua pekerjaan yang menyangkut pemeliharaan perpohonan tersebut.
7. Muzara’ah adalah kerjasama mengelola tanah dengan mendapat sebagian hasilnya.
8. Mukharabah menurut nash al-syafi’I ialah menggarap tanah dengan apa yang dikeluarkan dari tanah tersebut. Mukharabah dan muzara’ah memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya ialah pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola dan perbedaannya ialah terletak pada modal.

DAFTAR PUSTAKA

Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi
Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil, hlm. 677 – 679

Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 666 - 668.

Hasan M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, cet.2, Jakarta 2004

Harahab syabirin, Bunga Uang dan Riba Dalam Hukum Islam, Jakarta Pusat, 1984

Marthon, Said Sa’at. Dr, Ekonomi Islam, Ditengah Krisis Ekonomi Islam, Jakarta 2007
Sabiq,sayyid. Fikih sunnah,bandung: al-maarif


Tidak ada komentar:

Posting Komentar